Bola Itu tidak mendengar idiom
sepakbola yang simpel dan penuh makna tersebut. Ditengah sepakbola yang telah
memasuki era komersialisasi berbalut sepakbola industri, para konglomerat dunia
berduyun-duyun untuk membeli saham suatu klub sepakbola dengan tujuan untuk
membawa klub tersebut berprestasi dan meraup keuntungan sebesar-besarnya. Untuk
mencapai tujuannya tersebut, setiap klub harus memenuhi segala persyaratannya
yakni sistem manajemen klub yang baik dari jajaran direksi paling atas sampai
kepada instruksi pelatih di lapangan. Selain itu faktor SDM-nya juga berperan
besar yakni kedalaman skuad dan kualitas pemain-pemainnya.
Ada dua cara yang biasa dilakukan oleh klub-klub sepakbola
profesional. Pertama, setiap klub melakukan pola pembinaan yang berstruktur
dari level junior sampai ke jenjang primavera atau pra-senior. Pada level
primavera ini, akan dilakukan pelatihan dan penyeleksian yang super ketat untuk
mengambil pemain masuk ke dalam kompetisi yang sesungguhnya. Selain itu, disini
setiap klub juga melaukuan perjuduian dengan mengirimkan tim pencari bakat ke
negara-negara potensial untuk mencari bibit-bibit unggul dan merekrutnya dengan
harga murah. Apabila perjudian itu berhasil, maka harga dari pemain yang
direkrut itu akan berkali-kali lipat. Cara biasanya ini dilakukan oleh
klub-klub yang tidak memiliki dana berlimpah seperti klub Udinese Calcio
(Italia), Dortmund (Jerman), Ajax (Belanda), Montpellier (Perancis), Arsenal
(Inggris).
Kedua, klub-klub secara aktif bergerak pada bursa transfer
pemain musim panas atau musim dingin untuk menggaet pemain incarannya. Biasanya
cara ini dilakukan oleh klub-klub kaya raya seperti Madrid (Spanyol),
Manchester City (Inggris), Anzhi Makachkala (Dagestan - Russia). Dengan
kekuatan poundsterling-nya
klub-klub tersebut menyodorkan dana yang berlimpah untuk merayu pemain dan klub
tempat pemain incarannya bermain. Kebanyakan pemain incarannya tersebut adalah
pemain yang sudah matang. Hal ini dikarenakan sang owner dari klub tersebut menginginkan
prestasi yang instan. Karena prestasi yang didapat sama dengan bertambahnya
prestise dan pamor klub tersebut yang menandai dengan betambahnya penggemar dan
sponsor dan meningkatkan pula pundi-pundi yang akan didapat.
Dengan semakin berkembangnya sepakbola industri dan
terjadinya perbedaan yang mencolok mengenai metode pembentukan skuad antara tim
besae dengan tim kecil tersebut membuat gap antara tim besar dan tim kecil
semakin kentara saja. Hal ini membuat para pengamat sepakbola sudah
berani memprediksi dan meramal hasil pertandingan yang belum digelar. Sebagai
contoh banyak yang meramalkan bahwa The
Biggest Match of The Year akan
tersaji di Final Liga Champions antara Madrid versus Barcelona. Dengan kekuatan
uangnya Madrid menjadi sebuah mesin pembunuh tim-tim yang mencoba
menghadangnya. Sebelum laga semifinal kemarin Madrid menjadi tim yang belum
terkalahkan di sepanjang kompetisi juara Eropa ini. Sebaliknya, Barcelona yang
disebut-sebut sebagai tim terbaik abad ini dengan catatan bahwa dalam lima
tahun terakhir selalu berhasil menembus semifinal dan berhasil menggondol dua
gelar juara.
Namun, seperti kata pepatah, kita yang berencana, Tuhan
yang menentukan. Harapan akan terjadinya laga kolosal El Gran Classico de Champion tidak kesampaian. Di depan bentengnya,
Madrid kalah mental melawan pasukan Bavarian.
Dan Barcelona kalah strategi dalam menghadapi serangan kejutan The Blues. Sepakbola kembali
membuktikan bahwa ia pantas disebut sebagai olahraga terpopular sejagad.
Hitung-hitungan di atas kertas tidak berlaku di atas lapangan. Bola bisa
bergulir kemana saja, sulit ditebak.
Contoh lain adalah ketika tim amatir dari divisi tiga Liga
Perancis, Quevilly, yang berhasil melaju ke partai puncak Piala Perancis
melawan Lyon. Dalam perjalanan “dongengnya” Quevilly berhasil mengalahkan
tim-tim besar Perancis seperti Marseille di perempat final dan di semifinal
mampu membalikan ketertinggalan dari Rennes sebelum memastikan tiket final
digenggam dengan skor 2-1.
Namun sayang beribu sayang, mimpi Quevilly untuk mematahkan
prediksi para pengamat sepakbola dengan menjuarai ajang tersebut tidak
kesampaian. Di partai puncak yang berlangsung semalam, Quevilly kurang
beruntung dan harus bertekuk lutut melawan tim yang jumlah pengeluarannya 80
kali lebih besar dari pengeluarannya tersebut. Keasikan menyerang, angan-angan
tim pesisir Normandia tersebut dibuyarkan oleh serangan balik cepat yang
berhasil dieksekusi oleh penyerang Lyon, Lisandro Lopez.
Dibalik itu semua, Quevilly telah membuktikan kepada kita
bahwa sepakbola itu bukan ilmu pasti yang langsung bisa kita “takdirkan” begitu
saja. Masih banyak contoh-contoh dalam dunia sepakbola yang diluar prediksi
kita. Tidak ada yang menyangka bahwa pasukan dari negeri para dewa, Yunani,
mampu menjuarai Euro 2004. Dan armada Taeguk
Gi mampu menjadi semifinalis
di Piala Dunia 2006.
Fernando Torres sebelum pertandingan leg kedua semifinal
melawan Barcelona pernah berkata bahwa tidak selamanya tim terbaik akan menang.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa tim-tim seperti Madrid dan Barcelona adalah tim
terbaik saat ini. Namun pelatih Atletico Bilbao, Marcelo Bielsa, eks pelatih
timnas Chile yang berhasil membawa anak asuhnya berprestasi di ajang Piala
Dunia 2010 dan berhasil membawa anak asuhnya sekarang, Bilbao, melenggang ke
Final Europe League dengan mengalahkan favorit juara Manchester United,
berpendapat bahwa analisis dan prediksi di atas kertas hanyalah cara untuk
mendekatkan kita pada kenyataan yang akan terjadi. Tapi, tak seorang pun dapat
memastikan kenyataan itu. Walau bagi sebagian orang terdengar agak klise, tapi
sangat wajar bila kata-kata indah ini selalu diulang ketika kekalahan tim-tim
unggulan seperti El Real dan El Barca terulang. “Sepakbola itu bulat,
sulit ditebak ke mana arah bola akan bergulir”.
Hal yang sama juga berlaku dengan kehidupan kita. Terlalu
banyak rencana dan keinginan yang hendak dicapai dalam menghadapi hidup ini
sementara hanya sebagian kecil saja yang yang bisa tercapai. Di samping itu dalam hidup ini ada dua
dimensi nyata dan gaib. Yang mana hubungannya masih menjadi tanda tanya
dan misteri bagi manusia. Dalam Islam sendiri dikenal dengan konsep ikhtiar dan
tawakal.
Manusia diberi kesempatan untuk berusaha dan berupaya
dengan sekuat-kuatnya tapi keputusan akhir ada pada Allah SWT. Setelah berusaha
atau ikhtiar, yang bisa dikerjakan manusia adalah tinggal menyerahkannya
(tawakal) kepada Yang Maha Menentukan dengan berdoa dan memohon dengan setulus
hati. Bila pada saatnya nanti rencana dan keinginan tersebut terkabul, jangan
lupa untuk mensyukuri segala nikmat-Nya dan pergunakan dengan sebaik-baiknya.
Dan bila tidak segera terkabul, jangan sampai kita mengeluh atau mencari
kambing hitam. Patut ditiru sikap ksatria Pep Guardiola yang dengan jantan
mengakui kekalahan timnya dan memutuskan untuk menyerahkan jabatannya kepada
asistennya mulai musim depan. Selain itu, sikap Mourinho yang biasanya penuh
dengan kontroversial, namun setelah kekalahan tersebut, ia tetap menerimanya
dan bahkan memberikan motivasi kepada anak asuhnya untuk melupakan yang terjadi
untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Ya, idiom klasik sepakbola kembali menyeruak disini.
“Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda”. Disini Mourinho menyadari bahwa
dengan berlarut-larut menangisi kekalahan malah akan menambah permasalahan ke
dalam timnya. Karena kekalahan bukan akhir dari segalanya, tetapi
sebaliknya awal dari perjuangan baru yang lebih besar.
Kekalahan dan kemenangan adalah peristiwa sehari-hari.
Bagaimana cara kita memandang kekalahan tersebut adalah yang paling berharga.
Tidak mungkin apabila kita telah berikhtiar sekuat daya upaya dan senantiasa
bertawakal, Allah tidak akan membalas atau mengabulkannya. Mungkin Allah akan
mengatur atau menjawabnya di kemudian hari dengan kemenangan-kemenangan yang
lebih spektakuler. Di setiap kekalahan yang paling menyakitkan sekalipun pasti
terselip sebuah alasan yang memantaskan dirinya untuk mengantarkannya pada kesuksesan.
Jadi kehidupan ini memang tidak bisa ditebak secara pasti.
Seperti penggalan lirik lagu Cokelat berjudul Pasrahkan Padanya yang berbunyi:
Seluruh jiwa telah ku pasrahkan padamu
Kuatkanlah hati menjalani hidup
Hanya kepada-Nya kita meminta
Semua yang terjadi, jangan sesali
Ya, jelas bahwa tugas kita hanya menjalani saja
sebaik-baiknya sesuai aturan yang Maha Kuasa karena kehidupan bukan
teka-teki atau tebak-tebakan apalagi sebuah perjudian tapi sebuah ujian untuk
mengetahui siapa yang paling baik taqwanya.
Terakhir, gampang saja sih. Kalau dalam suatu pertadingan
sepakbola hasilnya sudah bisa ditebak dahulu maka pertandingan itu tidak akan seru dan tidak
mungkin sepakbola bisa menjadi olahraga terpopular sejagad. Kemudian bila kita
mengetahui hidup kita, buat apa juga kita hidup di dunia ini, karena mau ngapain juga kita bakal
tahu hasil akhirnya ya kan??
Terus Bergerak Kayak Bola Kawan. Jangan takut orang lain bilang
ini-itu tentang PMII. Karena tetap saja, “Manusia yang berencana, tapi
Allah-lah yang menentukan.” Hhehe..